Adapun tujuan dari Teori belajar Konstruktivisme dalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman suatu konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
|
Teori belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran |
Teori belajar Konstruktivisme ini lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap saja tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat menentukan perrkembangan pengetahuannya. Unsur-unsur penting dalam Teori belajar Konstruktivisme:
1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
3. Adanya lingkungan social yang kondusif
4. Adanya dorongan agar siswa mandiri
5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Secara garis besar, prinsip-prinsip Teori belajar Konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pernyataan.
7. Mencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Proses belajar konstrutivistik dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu:
1) Proses belajar konstruktivistik
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
2) Peranan siswa
Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai fasiitator. Karena belajar merupakan suatu proses pemaknaan atau pembentukan pengetahuan dari pengalaman secara konkrit, aktivitas kolaboratif, refleksi serta interpretasi yang harus dilukukan oleh siswa sendiri.
3) Peranan guru
Guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi guru dituntut untuk memahami jalan pikiran atau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
4) Sarana belajar
Sarana belajar dibutuhkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan yang telah diperoleh agar mendapatkan pengetahuan yang maksimal.
5) Evaluasi hasil belajar
Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar yang menekankan pada ketrampilan proses baik individu maupun kelompok. Dengan cara ini, maka kita dapat mengetahui seberapa besar suatu pengetahuan telah dipahami oleh siswa.
Ciri-Ciri Teori belajar Konstruktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara konstruktivisme adalah:
· Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
· Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
· Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
· Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
· Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
· Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
· Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
· Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
Prinsip-Prinsip Teori belajar KonstruktivismeSecara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
· Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
· Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
· Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
· Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
· Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
· Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
· Mencari dan menilai pendapat siswa.
· Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Teori belajar konstruksivisme membawa implikasi dalam pembelajaran yang harus bersifat kolektif atu kelompok. Proses sosial masing-masing siswa harus bisa diwujudkan. C. Asri Budiningsih dalam buku Pembelajaran Moral menyatakan bahwa keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh peran social yang ada dalam diri siswa. Dalam situasi sosial akan terjadi situasi saling berhubungan, terdapat tata hubungan, tata tingkah laku dan sikap diantara sesame manusia. Konsekuensinya, siswa harus memiliki keterampilan untuk menyesuaikan diri (adaptasi) secara cepat.
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu penciptaan suasana yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi aktif guru bersama-sama siswa dalam membangun pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah belajar itu sendiri. Menurut prinsip konstruktivisme, guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan sebagaimana mestinya. Sebagai fasilitator dan mediator tugas guru dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam merencanakan aktivitas belajar, proses belajar serta hasil belajar yang diperolehnya. Dengan demikian menjadi jelas bahwa memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama guru. Memberikan sejumlah kegiatan yang dapat merangsang keingintahuan siswa dan mendorong mereka untuk meng-ekspresikan gagasan-gagasannya serta mengkomukasikan-nya secara ilmiah;
b. Menyediakan sarana belajar yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Guru hendaknya menciptakan rangsangan belajar melalui penyediaan situasi problematik yang memungkinkan siswa belajar memecahkan masalah
c. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan tingkat perkembangan berpikir siswa. Guru dapat menunjukkan dan mempertanyakan sejauh mana pengetahuan siswa untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan dengan pengetahuan yang dimilikinya. (Ditulis Oleh Drs.Agustinus Maniyeni, M.Pd – Dalam buku “Wawasan Pembelajaran” halaman 1-15)
Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu. Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi. Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.
Teori ini lebih menekankan pada diri siswa dalam penyusun pengetahuan yang ingin diperoleh oleh siswa tersebut. Teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlakukan guna menggembangkan dirinya sendiri.Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
· Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
· Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaanya.
· Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
· Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
· Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu. Konsep evaluasi pendidikan hampir sama dengan konsep pada teori kognitivisme yaitu menitikberatkan pada proses. Proses yang dimaksud disini merupakan sebuah pengalaman yang dialami sendiri oleh masing-masing siswa (penyusunan pengetahuan oleh siswa itu sendiri).
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (a) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
|
Aplikasi Teori belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran |
Aplikasi Teori belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran :
1. Membebaskan siswa dari belenggu kurikulum yang berisi fakta-fakta lepas yang sudah ditetapkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengmbangkan ide-idenya secara lebih bebas.
2. Menempatkan siswa sebagai kekuatan timbulnya interes, untuk membuat hubungan ide-ide atau gagasan-gagasan, kemudian memformulasikan kembali ide-ide tersebut, serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
3. Guru bersama-sama siswa mengkaji pesan-pesan penting bahwa dunia adalah kompleks, dimana terjadi bermacam-macam pandangan tentang kebenaran yang datangnya dari berbagai interpretasi.
4. Guru mengakui bahwa proses belajar serta penilaianya merupakan suatu usaha yang kompleks, sukar dipahami, tidak teratur, dan tidak mudah dikelola.
0 Response to "TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK"
Post a Comment